Senin, 06 Februari 2017

Tiga Rambut Emas Iblis

Tiga Rambut Emas Iblis
Brothers Grimm

The-Devil-with-the-Three-Golden-Hairs-9781933317502Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita dari keluarga sederhana yang melahirkan seorang anak laki-laki. Saat anaknya terlahir ke dunia, dia diramalkan akan selalu mendapatkan nasib yang baik dan menikahi putri dari sang Raja di ulang tahunnya yang keempat belas. Kebetulan sesaat setelah itu sang Raja mengunjungi desa tersebut, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui bahwa dia adalah seorang raja. Ketika dia bertanya ada apa gerangan yang terjadi di sana, mereka menjawab, “Seorang anak telah terlahir dan nasibnya akan selalu beruntung; apa pun yang terjadi dalam hidupnya akan berubah menjadi hal yang baik. Dia juga diramalkan akan menikahi putri dari sang Raja di ulang tahunnnya yang keempat belas.”
Sang Raja yang berhati jahat marah akan ramalan tersebut, dan memutuskan untuk menemui si orang tua. Dengan nada yang ramah dia berkata, “Kalian hidup miskin, jadi izinkanlah saya yang merawat anak itu.” Awalnya mereka menolak, namun ketika si orang asing menawarkan mereka emas yang berlimpah, kemudian mereka berkata, “Dia anak yang beruntung, dan semuanya akan baik-baik saja baginya.” Akhirnya mereka setuju menyerahkan anak mereka kepadanya.
Sang Raja menaruh anak tersebut di dalam sebuah kotak lalu menunggangi kudanya sampai dia tiba di sungai dengan air yang sangat dalam. Dia kemudian melemparkan bayi tersebut dan berpikir, “Aku telah membebaskan putriku dari calon suaminya yang tidak sepadan.”
Namun kotak yang membawa anak tersebut tidak tenggelam, melainkan mengapung-apung di permukaan sungai dan hanya sedikit saja air yang masuk ke dalamnya. Kemudian kotak tersebut mengapung sejauh dua mil dari ibu kota. Tidak jauh di sana terdapat sebuah rumah penggilingan yang berdiri di dekat bendungan. Seorang anak yang kebetulan sedang berdiri di dekat sungai melihat kotak tersebut dan menyeretnya ke permukaan dengan menggunakan pancingnya. Dia mengira bahwa dia telah menemukan sebuah kotak harta karun, namun ketika dia membukanya, dia menemukan seorang bayi yang manis terbaring di dalamnya, masih dalam keadaan hidup dan sehat. Dia membawanya kepada si pemilik penggilingan dan istrinya, dan karena mereka tidak memiliki anak, mereka menjadi sangat senang, lalu berkata, “Tuhan telah memberikannya kepada kita.” Mereka merawatnya dengan sangat baik dan anak itu pun tumbuh besar.
Beberapa tahun kemudian, saat terjadi badai besar, sang Raja berlindung di sana dan bertanya kepada si tukang giling dan istrinya apakah anak muda yang bertubuh tinggi tersebut merupakan anak mereka. “Tidak,” jawab mereka, “dia anak terlantar. Empat belas tahun yang lalu dia terhanyut sampai ke sini dalam sebuah kotak, dan seorang anak menemukannya di sana.”
Sang Raja segera mengetahui bahwa dia pastilah si anak beruntung yang pernah dibuangnya dahulu, kemudian dia berkata, “Rakyatku yang baik, apakah aku dapat meminta anak kalian untuk menyampaikan surat kepada ratuku? Aku akan menghadiahinya dengan dua bongkah emas.”
“Kami menyetujui perintah Yang Mulia,” jawab mereka, lalu mereka meminta anak tersebut untuk bersiap-siap.
Sang Raja kemudian menulis surat kepada sang Ratu, yang di dalamnya dia berkata, “Segera setelah anak ini tiba dengan surat ini, bunuh dia dan kubur jasadnya, dan semuanya harus sudah selesai dilakukan sebelum aku tiba di istana.”
Anak tersebut pergi dengan membawa surat dari sang Raja, namun dia tersesat dan saat malam hari dia tiba di hutan yang sangat besar. Dalam kegelapan dia melihat secercah cahaya kecil; dia berjalan ke arahnya dan sampai di sebuah gubuk. Saat dia masuk, seorang wanita tua sedang duduk sendirian di dekat perapian. Dia terkejut ketika melihat anak itu dan berkata, “Dari mana kau datang? Dan mau ke mana?”
“Aku datang dari rumah penggilingan,” jawabnya, “dan aku ingin pergi menemui sang Ratu, dan memberikan surat ini kepadanya; namun karena aku tersesat di hutan, aku ingin menginap di sini untuk malam ini saja.”
“Anak yang malang,” sahut wanita itu, “kau sekarang berada di sarang pencuri, dan saat mereka pulang, mereka akan membunuhmu.”
“Tidak apa-apa,” jawab anak tersebut, “aku tidak takut; aku sangat lelah dan tidak dapat berjalan lebih jauh lagi.” Kemudian dia membaringkan tubuhnya di sebuah bangku dan tertidur di sana.
Kemudian para pencuri tersebut pulang, dan dengan marah-marah mereka bertanya kenapa ada seorang anak tidur di sana? “Ah,” jawab wanita tua itu, “dia anak malang yang tersesat di hutan, dan karena kasihan padanya, kubiarkan dia masuk dan tidur di sana; dia diperintahkan untuk menyampaikan surat kepada sang Ratu.” Para pencuri tersebut mengambil suratnya lalu membacanya, dan di sana tertulis bahwa setelah anak itu tiba di istana, dia harus segera dibunuh. Kemudian para pencuri yang awalnya berhati keras itu pun luluh, ketua mereka lalu merobek surat tersebut dan menulis surat baru yang menyampaikan bahwa setelah anak itu tiba di sana, dia harus segera dinikahkan dengan putri dari sang Raja. Mereka membiarkannya tertidur dengan pulas di atas bangku sampai keesokan harinya, dan ketika mereka membangunkannya, mereka memberikan surat yang baru tersebut kepadanya, lalu menunjukkan jalan yang benar agar dapat sampai ke istana.
Dan sang Ratu, setelah dia menerima surat tersebut dan membacanya, melakukan sesuai dengan yang tertulis dalam surat itu, lalu menyiapkan pesta pernikahan yang sangat meriah, putri sang Raja pun dinikahkan dengannya, dan karena pemuda itu sangat tampan dan baik hati, dia pun sangat bahagia hidup dengannya.
Tidak lama setelah itu, sang Raja pulang ke istana dan menyaksikan bahwa ramalan yang ditakutinya telah terpenuhi; bahwa si anak yang selalu beruntung tersebut menikah dengan putrinya. “Bagaimana itu bisa terjadi?” amuknya, “Aku memberikanmu perintah yang berbeda.”
Sang Ratu pun menyerahkan surat itu kepadanya, dan meminta sang Raja untuk membacanya sendiri. Sang Raja membacanya dan menyadari bahwa suratnya telah ditukar. Dia bertanya kepada pemuda tersebut apa yang telah terjadi dengan surat yang dipercayakan kepadanya, dan kenapa dia malah membawa surat yang isinya sangat berbeda.
“Saya tidak tahu apa-apa mengenai hal itu, Yang Mulia,” jawabnya, “mungkin suratnya telah ditukar pada malam hari ketika saya tertidur di hutan.”
Sang Raja kemudian menjadi berang, “Kau tidak bisa mendapatkan semua ini begitu saja; siapapun yang menikahi putriku harus membawakanku tiga helai rambut emas dari kepala sang Iblis di Neraka; bawakan apa yang kuminta, maka aku akan mengizinkanmu tetap bersama dengan putriku.” Dengan cara ini sang Raja berharap dia dapat melenyapkan anak tersebut selama-lamanya. Namun pemuda itu menjawab, “Saya akan membawakan rambut emas tersebut kepada Yang Baginda, saya tidak takut dengan sang Iblis.” Dia pun meninggalkan istana dan pergi memulai perjalanannya.
Jalan tersebut membawanya ke sebuah kota besar di mana seorang penjaga yang berdiri di sisi gerbang menanyakan apa keperluannya di sana, dan juga apa yang diketahuinya. “Aku tahu segalanya,” jawab pemuda yang selalu beruntung tersebut.
“Kalau begitu kau bisa membantu kami,” kata si penjaga gerbang, “kalau kau bisa memberitahu kenapa air mancur di pasar kami yang dulunya dapat mengeluarkan wine, kini menjadi kering, dan bahkan tidak memancurkan air sekalipun?”
“Aku akan segera memberitahumu,” jawabnya, “tapi tunggu setelah aku kembali.”
Kemudian dia berjalan lebih jauh lagi dan tiba di kota lain, dan di sana juga telah berdiri seorang penjaga gerbang yang bertanya apa keperluannya di sana, dan apa yang diketahuinya. Aku tahu segalanya,” jawabnya.
“Kalau begitu kau bisa membantu kami dan memberitahu kenapa sebuah pohon di kota kami yang dulunya selalu berbuah apel emas, kini bahkan tidak lagi menumbuhkan daun?”
“Aku akan segera memberitahumu,” jawabnya, “tapi tunggu setelah aku kembali.”
Kemudian dia melanjutkan perjalanannya dan tiba di sebuah sungai besar yang harus dilaluinya. Si pengayuh sampan bertanya apa keperluannya dan apa yang diketahuinya. “Aku tahu segalanya,” jawabnya.
“Kalau begitu kau dapat membantuku,” kata si tukang sampan itu, “dan beritahu aku kenapa aku harus selalu mengayuh bolak-balik, dan tidak ada seorang pun yang mau membebaskanku dari tugas ini?”
“Aku akan segera memberitahumu,” jawabnya, “tapi tunggu setelah aku kembali.”
Ketika dia menyeberangi sungai, dia menemukan gerbang menuju Neraka. Di dalamnya gelap dan dingin. Sang Iblis sedang tidak berada di rumah, namun neneknya sedang duduk di sofa besar. “Apa maumu?” Tanya sang nenek kepadanya, tapi dia tidak terlihat jahat.
“Aku ingin mengambil tiga helai rambut emas dari kepala sang Iblis,” jawabnya, “kalau tidak aku tidak dapat hidup bersama istriku.”
“Itu permintaan yang sangat besar,” ujarnya, “kalau sang Iblis pulang dan menemukanmu, dia akan segera menghabisi nyawamu; tapi karena aku merasa kasihan, akan kucoba untuk menolongmu.”
Dia merubahnya menjadi semut dan berkata, “Masuklah ke dalam lipatan bajuku, kau akan aman di sana.”
“Baiklah,” jawabnya, “tapi ada tiga hal yang juga ingin kuketahui: kenapa air mancur yang dulunya mengeluarkan wine kini menjadi kering; kenapa pohon yang dulunya dapat berbuah apel emas kini bahkan tidak lagi menumbuhkan daun; dan kenapa si tukang sampan harus mengayuh bolak-balik dan tidak pernah dibebaskan dari tugasnya?”
“Itu pertanyaan yang sulit,” ujarnya, “tapi kau harus diam dan perhatikan saja apa yang Iblis katakan saat aku mencabut tiga helai rambut emasnya.”
Malam harinya, sang Iblis pun pulang ke rumah. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa udara di rumahnya telah tercemar. “Aku mencium bau daging manusia,” ujarnya, “ada yang tidak beres di sini.” Kemudian dia mengendus-endus ke setiap sudut rumah dan mencari asal bau tersebut, namun dia tidak dapat menemukan apa-apa.
Neneknya lalu memarahinya. “Aku baru saja selesai menyapunya, semuanya telah ditata rapi, dan kini kau membuatnya jadi berantakan lagi; kau selalu saja mencium bau manusia di hidungmu. Duduklah dan habisi makan malammu.”
Saat dia selesai makan dan mabuk, dia menjadi mengantuk, dan merebahkan kepalanya di pangkuan sang nenek, dan tidak lama kemudian dia tertidur lelap dan mendengkur keras. Kemudian neneknya mencabut sehelai rambut emasnya lalu menaruhnya di dekatnya. “Oh!” teriak sang Iblis, “apa yang nenek lakukan?”
“Aku mendapat mimpi buruk,” jawab sang nenek, “jadi aku tidak sengaja menarik rambutmu.”
“Nenek mimpi apa?” Tanya sang Iblis.
“Aku bermimpi kalau air mancur di pasar yang dulunya menyemburkan wine kini telah kering dan bahkan air pun tidak keluar dari sana; apa gerangan penyebabnya?”
“Oh, ho! Andai saja mereka mengetahuinya,” jawab sang Iblis, “ada katak yang duduk di bawah batu di dalam sumur; kalau mereka membunuhnya, wine pun akan mengalir lagi.”
Dia tertidur kembali dan mendengkur dengan kerasnya sampai jendela di dekat mereka bergetar. Kemudian dia mencabut helai rambut kedua.
“Ouch! Apa yang nenek lakukan?” teriak sang Iblis dengan geram.
“Jangan marah dulu,” ujar neneknya, “aku tanpa sengaja melakukannya lagi karena bermimpi buruk.”
“Apa yang nenek mimpikan kali ini?” tanyanya.
“Aku bermimpi bahwa di sebuah kerajaan, ada pohon apel yang dulunya dapat berbuah apel emas, tapi kini bahkan tidak sehelai pun daun yang tumbuh di pohonnya. Kira-kira, apa penyebabnya?”
“Oh! Kalau saja mereka tahu,” jawab sang Iblis. “Ada seekor tikus yang menggerogoti akarnya; kalau mereka membunuhnya, pohon itu akan kembali berbuah apel emas, tapi kalau tikus itu dibiarkan saja, maka pohon itu pun akan mati. Tapi jangan ganggu aku lagi dengan mimpi nenek; kalau nenek mengganggu tidurku lagi, aku akan sangat marah.”
Sang nenek menenangkannya dengan lemah lembut sampai dia tertidur pulas lagi dan mendengkur. Kemudian dia menarik helai rambut emas yang terakhir. Sang Iblis yang sangat terkejut langsung berdiri dan meraung, dan pasti telah memarahinya kalau saja neneknya tidak segera menenangkannya lagi dan berkata, “Jangan salahkan aku kalau aku mendapatkan mimpi buruk.”
“Kalau begitu, apa mimpi nenek?” tanyanya, dan terlihat sangat penasaran. “Aku bermimpi si pengayuh mengeluh karena dia selalu mengantar orang menyeberang sungai, dan tidak pernah dibebaskan dari tugasnya. Apa penyebabnya?”
“Ah! Orang bodoh itu,” jawab sang Iblis, “ketika ada yang datang dan ingin menyeberang, dia harus menyerahkan dayungnya ke tangan orang tersebut, sehingga orang tersebutlah yang harus mendayung sendiri dan dia pun dapat terbebas.” Karena neneknya telah mencabut tiga helai rambut emas dari kepala sang Iblis, dan tiga pertanyaannya pun telah terjawab, dia membiarkan Iblis tersebut tidur sampai fajar.
Ketika sang Iblis telah pergi, sang nenek pun mengeluarkan si semut dari lipatan bajunya, dan mengembalikannya ke wujud manusia. “Ini tiga helai rambut emas yang kau pinta,” ujarnya. “Dan apakah kau juga mendengar jawaban sang Iblis untuk ketiga pertanyaanmu?”
“Ya,” jawabnya, “aku mendengarnya, dan akan kucoba untuk tetap mengingatnya.”
“Kini kau telah mendapatkan apa yang kau inginkan,” ujarnya, “dan sekarang kau dapat pergi.” Dia berterima kasih kepadanya karena telah membantunya, dan meninggalkan Neraka dengan perasaan bahagia karena semuanya berjalan dengan sangat baik.
Ketika dia bertemu si tukang sampan, dia meminta jawaban yang telah dijanjikannya. “Antarkan dulu aku ke seberang,” pintanya, “kemudian aku akan memberitahumu bagaimana caranya agar kau dapat terbebas,” dan ketika dia sampai di seberang, dia memberikannya nasehat yang telah didengarnya dari sang Iblis, “Nanti, saat ada seseorang yang datang minta untuk diantarkan ke seberang, serahkan saja dayungnya kepadanya.”
Dia melanjutkan perjalanannya dan tiba di kota di mana pohon yang tidak berbuah tersebut berdiri, dan di sana sang penjaga gerbang pun meminta jawabannya. Jadi dia memberitahukan apa yang telah didengarnya dari sang Iblis, “Bunuh tikus yang menggerogoti akarnya, dan pohonnya pun akan kembali berbuah apel emas.” Kemudian si penjaga gerbang berterima kasih kepadanya, dan menghadiahinya dua keledai yang masing-masingnya membawa sekantong emas.
Akhirnya, sampailah dia di kota yang sumurnya kering. Dia memberitahukan apa yang telah didengarnya dari sang Iblis, “Ada seekor katak di bawah batu di dalam sumur; kalian harus menemukannya dan membunuhnya, dan sumur itu pun akan kembali mengalirkan wine.” Sang penjaga gerbang pun berterima kasih kepadanya, dan juga memberikannya dua keledai yang membawa dua kantong emas.
Pemuda itu pun tiba di istana dan menemui istrinya yang sangat bahagia karena dapat bertemu kembali dengannya, dan juga karena mendengar betapa kayanya dia sekarang. Dia membawakan apa yang diminta sang Raja, tiga helai rambut emas sang Iblis, dan ketika sang raja melihat empat keledai yang membawa berkarung-karung emas, dia pun menjadi sangat senang, dan berkata, “Sekarang semua syarat telah dipenuhi, dan kau boleh tetap bersama dengan putriku. Tapi katakan padaku, menantuku yang tersayang, dari mana kau mendapatkan emas sebanyak itu?”
“Aku menyeberangi sebuah sungai,” jawabnya, “di seberang, tepi sungainya terbuat dari emas, bukan pasir.”
“Apa aku juga boleh mengambilnya?” Tanya sang Raja dengan sangat antusias.
“Sebanyak yang Anda mau, Yang Mulia,” jawabnya. “Ada seorang tukang sampan di sana; minta agar dia menyeberangkan Anda, dan Anda dapat memenuhi karung-karung Anda dengan emas di sana.” Sang Raja yang tamak pun pergi dengan tergesa-gesa. Setibanya dia di sungai, dia mengisyaratkan kepada si tukang kayuh untuk menyeberangkannya. Si tukang kayuh pun menyuruhnya agar naik ke sampan, dan ketika mereka sampai di seberang, dia menyerahkan dayungnya kepada sang Raja dan langsung melarikan diri. Akhirnya, mulai dari saat itu, sang Raja pun harus terus mengayuh sebagai hukuman atas dosa-dosanya. Mungkin dia masih mengayuh? Kalau iya, itu karena belum ada orang yang mengambil dayung tersebut darinya.

Sumber :  https://cerpenterjemahan.wordpress.com/2015/08/04/the-devil-with-the-three-golden-hairs/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar